Isu – Isu Terkini Dalam Pengembangan Penelitian TEP

Pendahuluan

Selama ini penelitian bidang TEP dipandang sebagai suatu bidang yang kajiannya memfokuskan pada inovasi dan teknologi atau media yang berupa produk. Mengingat perhatiannya hanya pada bidang tersebut, penelitian TEP terasa kering dan kurang mendapat dukungan. Hal ini disebabkan oleh kurang dipahaminya metodologi penelitian yang digunakan terutama yang berkenaan dengan tipe atau model rancangan penelitian yang dipilih.

Pada awal perkembangannya, bidang TEP ini memusatkan perhatiannya pada media, sehingga penelitian-penelitian yang dilakukan hanya berkisar pada media, mulai dari media sederhana hingga yang berbasis mesin, seperti radio, televisi, dan bentuk-bentuk teknologi baru. Pusat kajian para peneliti berkaitan dengan efektivitas penggunaan media pembelajaran. Seiring dengan perkembangan teori-teori belajar yang  diaplikasikan dalam pembelajaran, tolehan peneliti juga diarahkan pada teori-teori tersebut sebagai objek penelitian. Kemudian, bagaimana kaitan media dalam pembelajaran dan kaitan antara teori-teori tersebut dengan model atau rancangan pembelajaran.

Selama ini menurut pengamatan penulis, hasil-hasil penelitian dalam bidang TEP baik yang dilakukan oleh para peneliti dan praktisi dan termasuk mahasiswa baik jenjang S2 dan S3 masih berada pada tataran desain dan pengembangan (jika dilihat dari kacamata domain TEP 1994). Metodologi penelitian yang diterapkan belum sepenuhnya mengoptimalkan tipe kategori metode penelitian yang ada. Wawasan para teknolog pembelajaran dalam bidang penelitian TEP sudah saatnya berkembang ke arah variasi tipe metodologi yang lebih luas. Itulah sebabnya, diskusi pada kesempatan ini perlu lebih diarahkan pada kecenderungan penelitian bidang TEP di masa yang akan datang, agar bidang garapan penelitian semakin kaya dan berkembang.

Perubahan Paradigma TEP

Sebagaimana dikemukakan di atas, bidang garapan TEP masih berkisar pada produk media dan kaitannya dengan teori-teori belajar. Setidaknya penelitian-penelitian tentang perbandingan media  yang sangat banyak dilakukan telah berkembang sejalan dengan aplikasi teori behavioristik, kemudian merambah ke arah perspektif media dan kognitif dan terakhir ke paradigma konstruktivistik. Perubahan paradigmatik ini telah memberikan warna dalam bidang penelitian TEP ke depan.

Paradigma TEP 1977, telah memberi warna kajian TEP sebagai bidang garapan teori, praktek, kelembagaan dan sumber belajar. Teknologi pendidikan adalah sebuah proses yang kompleks, terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi, untuk menganalisis masalah dan merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah-masalah dalam yang melibatkan seluruh aspek belajar manusia (AECT, 1977). Konsepsi ini telah memberikan kontribusi dalam bidang TEP.

Perubahan kemudian terjadi ketika paradigma TEP tahun 1994, yang mendefinisikan teknologi pembelajaran sebagai  teori dan praktik merancang, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan mengevaluasi proses-proses dan sumber-sumber untuk belajar (Seels & Richey, 1994). Secara lebih lengkap kawasan atau domain yang mengaitkan antara teori dan riset dalam TEP sebagaimana diperlihatkan pada bagan 1.

Permasalahan dalam Penelitian TEP

Perhatian terhadap permasalahan penelitian dalam bidang TEP telah mengundang para ilmuwan dan teknolog pembelajaran beberapa dekade, tetapi permasalahan tersebut masih terus muncul. Reeves (2000) mengidentifikasi ada tiga masalah penting dalam penelitian TEP. Ketiga masalah itu sebagai berikut. Pertama, masih adanya kesalahpahaman diantara para teknolog pembelajaran tentang perbedaan antara penelitian dasar dan terapan (basic and applied research). Kedua, kualitas hasil penelitian dalam bidang TEP yang ada pada umumnya masih belum begitu banyak. Ketiga, sintesis hasil-hasil penelitian dalam bidang TEP, misalnya kajian literatur dan meta-analisis masih belum memberikan informasi yang  memadai kepada para praktisi.

Sebagian besar para teknolog pembelajaran, seperti hal para pendidik pada umum, masih menganut pandangan tradisional tentang dikotomi penelitian dasar dan terapan. Penelitian dasar, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mengembangkan atau memperdalam bidang ilmu tersebut. Penelitian terapan adalah penelitian yang diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual yang dihadapi oleh seseorang individu, kelompok, atau lembaga pada umumnya. Para peneliti termasuk teknolog pembelajaran tampaknya masih berkomitmen terhadap penelitian dasar, tanpa memperhatikan apakah penelitian itu memiliki nilai praktis, dan mungkin karena mereka masih memandang bahwa penelitian dasar kelihatan lebih ilmiah. Atau, mereka (para peneliti/teknolog pembelajaran) berkeyakinan bahwa peran seseorang adalah untuk menjelaskan bagaimana menerapkan temuan-temuan penelitian dasar. Namun demikian, sebagian para peneliti dan teknolog pembelajaran lain berpandangan bahwa nilai penelitian dasar masih terbatas dan perlunya memiliki arah serta implikasi yang jelas.

Bila direnungkan lebih dalam, penelitian dasar dan terapan ini memang sangat dikotomis. Artinya kedua penelitian itu secara terpisah memiliki tujuan masing-masing, tanpa melihat bagaimana jika kedua penelitian itu dipertemukan. Oleh karenanya, Stokes (1997) dalam bukunya berjudul, “ Pasteur’s Quadrant: Basic Science and Technological Innovation, “ menyajikan dalam bentuk suatu matriks penelitian. Dalam hal ini suatu agenda penelitian diletakkan dalam matriks tersebut tergantung apakah peneliti berupaya mencari pemahaman mendasar (fundamental) atau tidak, dan juga sebaliknya, apakah peneliti memiliki perhatian pada penggunaan praktis hasil-hasil penelitian atau tidak. Matriks penelitian disajikan sebagaimana tertera pada bagan 2 di bawah ini.  

Berdasarkan matriks tersebut di atas, pada kuadran 1 hasil penelitian Bohr (ahli fisika), berusaha menemukan pengetahuan murni tentang struktur atom tanpa memperhatikan penerapan praktisnya. Yang dipentingkan dalam penelitian ini adalah pengembangan untuk bidang ilmu tersebut. Pada kuadran 2, Louis Pasteur, berupaya menemukan pengetahuan dasar dalam konteks untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Penelitian yang dilakukan oleh Pasteur ini disebut sebagai, “use-inspired basic research.” Selanjutnya, Stokes menyatakan bahwa dalam ilmu pengetahuan kontemporer, perkembangan teknologi baru seringkali memungkinkan kemajuan tipe penelitian baru. Misalnya, pengembangan komputer dan perangkat lunak analisis data yang canggih mengarah pada perkembangan model komputasi sebagai suatu pendekatan yang dapat dilakukan terhadap penelitian ilmiah. Kuadran 3, memperlihatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thomas Edison, berupaya untuk menemukan masalah-masalah praktis melalui pengembangan teknologi inovatif. Pada kuadran 4, yaitu kuadran kosong, menurut Stokes penelitian diarahkan pada apakah untuk keperluan memperdalam pengetahuan atau tidak mempertimbangkan kegunaannya, maka kuadran ini dapat diisi penelitian yang dilakukan oleh para teknolog pembelajaran atau penelitian pendidikan lainnya.  

Kualitas Penelitian Teknologi Pembelajaran

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian peneliti TEP ada yang mengadopsi metodologi penelitian kualitatif atau gabungan antara kuantitatif dan kualitatif, tetapi pendekatan kuantitatif masih lebih mendominasi kajian penelitian (Reeves, 1995). Secara umum penelitian dalam bidang TEP masih lebih berorientasi pada olah angka (kuantitatif) daripada olah kata (kualitatif). Penelitian tentang pengukuran efektivitas menjadi penciri pendekatan kuantitatif masih lebih banyak dijumpai dalam penelitian TEP. Misalnya, penelitian eksperimen yang mencoba membandingkan antara kelompok subjek yang dibelajarkan melalui bantuan komputer dan kelompok subjek yang dibelajarkan tanpa bantuan komputer. Dari sisi hasil diperoleh bahwa kelompok subjek yang dibelajarkan melalui komputer lebih unggul dalam kemampuan menyelesaikan tugas. Namun demikian, peneliti tidak dapat memberikan penjelasan lebih jauh mengapa mereka lebih unggul. Penelitian seperti ini lebih bersifat superficial, artinya peneliti lebih melihat hal yang tampak dan dapat diukur perubahannya dan tidak melihat lebih jauh fenomena mendasar tentang akar permasalahan penelitian. Ini akhirnya menjadi titik lemah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif hanya mampu menjelaskan hal-hal yang tampak dan dapat diamati atau diukur. [GU1] Penelitian kualitatif telah berhasil “mendalami” persoalan sekaligus mampu menawarkan solusi atas kasus tertentu.

Sintesis Penelitian yang Masih Lemah

Penelitian sejenis dalam bidang TEP masih relatif sedikit. Ini berbeda dengan penelitian-penelitian bidang lainnya seperti dalam psikologi, dalam bidang pengukuran, dalam bidang eksakta dan sebagainya. Penelitian dalam bidang TEP juga memperlihatkan saling pisah. Artinya, penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para teknolog pembelajaran tidak saling berhubungan satu sama lain. Sebagai gambaran, selama ini masih belum ada data berapa banyak penelitian sejenis yang dilakukan oleh para mahasiswa pascasarjana TEP UM. Hasil penelitian yang dikompilasi masih sulit dijadikan pijakan untuk memperkuat dukungan teori tertentu karena antara penelitian yang satu dengan yang lain tidak saling berkaitan. Inilah salah satu penyebab lemahnya penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. Apabila dilakukan meta-analisis terhadap hasil penelitian tertentu belum memadai.

Metode Penelitian TEP

Metode penelitian dibedakan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, metode dipilah menjadi metode kuantitatif dan kualitatif. Dengan demikian, seseorang peneliti yang mengidentifikasi dirinya sebagai peneliti kuantitatif atau kualitatif adalah salah kaprah. Metode penelitian hanyalah sebuah alat, dan alat tersebut harus dipilih sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang jelas. Secara garis besar, pengelompokan metode penelitian dibedakan menurut kategori tipe metode penelitian, yang disebut taksonomi, menjadi enam kategori. Keenam kategori tersebut sebagai berikut.

Eksperimen, kuasi eksperimen, korelasional, dan metode-metode lain yang mencakup pengumpulan data kuantitatif dan cara analisisnya menggunakan statistik: analisis varian, uji t, regresi, dan sebagainya. Misal, uji t  untuk menguji apakah hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui multimedia berbeda dengan yang belajar melalui buku teks.

Kualitatif

Observasi, studi kasus, wawancara, dan metode-metode lain yang melibatkan pengumpulan data secara kualitatif dan cara analisisnya menggunakan eksplanasi data. Misalnya, untuk mengetahui secara mendalam apakah siswa yang belajar melalui web benar-benar memperoleh manfaat yang besar.

Teori Kritik

Dekonstruksi atau uraian dengan teks atau teknologi dan system yang menyajikannya  melalui penelusuran oposisi berpasangan, agenda tersembunyi. Misalnya, analisis kritis tentang …..

Historis

Rekonstruksi objektif dan akurat masa lalu, sering berkaitan dengan dipertahankannya suatu hipotesis. Misalnya, bahwa pengalaman belajar masa lalu memberikan kontribusi bagi pembentukan kepribadian anak.

Kajian Literatur

Berbagai bentuk atau format sintesis penelitian yang mencakup analisis dan integrasi bentuk penelitian lain, misalnya menghitung frekuensi dan meta-analisis.

Metode gabungan

Pendekatan-pendekatan penelitian yang menggabungkan metode-metode yang biasanya kuantitatif dan kualitatif. Untuk melakukan triangulasi temuan-temuan. Misalnya, rancangan prates, pasca tes diintegrasikan dengan hasil observasi.

Penelitian Pengembangan sebagai “Use-Inspired Basic Research” dalam TEP

Selama ini penekanan-penekanan bidang penelitian banyak dilakukan pada domain desain, pengembangan atau implementasi. Dalam domain desain, judul penelitian berlabel seperti  “Pengaruh Metode/Strategi X  terhadap Y …”, dalam domain pengembangan, penelitian berlabel, “ Pengembangan Model……“ “ Pengembangan Media/Teknologi…..” dalam domain implementasi penelitian berjudul seperti, “Penerapan…….,” dan sebagainya.

Berkenaan dengan penelitian pengembangan, apabila dikaitkan dengan penelitian dasar dan terapan, pertanyaannya terletak dimana penelitian bidang TEP ini? Sisi-sisi lain, memang penelitian yang telah dilakukan lebih pada bidang terapan karena berkaitan dengan kepentingan pemecahan praktis. Khusus penelitian pengembangan agak berbeda. Untuk penelitian pengembangan, Stokes (1997) menyebutnya sebagai, “use-inspired basic research,” bukannya sebagai, “pure basic,” atau, “ applied research.”  Istilah, “use-inspired basic research,“ bagi TEP adalah nama atau label lain dari, “development research,” (van den Akker, 1999), atau disebut sebagai, “design experiment,” (Brown, 1992; Collins, 1990; Reeves, 2000) dan “formative research,” (Newman, 1990). Penelitian tindakan, atau penelitian tindakan kelas (action research) menurut penulis bisa dikategorikan ke dalam istilah tersebut karena peneliti berupaya  merancang atau mengembangkan sesuatu dan dimaksudkan untuk keperluan praktis.

van den Akker (1999) menyatakan bahwa metode penelitian pengembangan tidak perlu dibedakan dengan metode-metode penelitian lainnya. Walaupun demikian, tentu, ada perbedaan mendasar antara kerangka filosofis dan tujuannya.

Keberhasilan penelitian pengembangan dapat terwujud manakala para  peneliti melibatkan sepenuhnya seluruh sumber daya (unsur) yang ingin diajak berkolaborasi. Oleh sebab itu, para peneliti (teknolog pembelajaran) yang akan melakukan penelitian pengembangan menurut Reeves (2000) perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

  1. Fokuskan pada masalah-masalah penting yang berkaitan dengan belajar dan unjuk kerja subjek didik;
  2. Libatkan guru, subjek didik, dan sejawat untuk berkolaborasi dalam agenda penelitian;
  3. Rancang pemecahan dengan menggunakan prototipe teknologi secara cermat sesuai dengan tujuan khusus pembelajaran, metode, dan asesmen;
  4. Jelaskan prinsip-prinsip rancangan secara praktis berdasarkan teoritis yang mendasari prototipe pemecahan  teknologis, dan lakukan kajian-kajian secara cermat/teliti berdasarkan prinsip-prinsip, asumsi yang mendasarinya, implementasinya, dan hasil dalam latar nyata;
  5. Lakukan secara bersama-sama hasil-hasil eksperimen rancangan dengan berbagai cara, yang mencakup publikasi, masukkan halaman web, forum pertemuan, dan lokakarya-lokakarya; dan
  6. Kerja keras untuk itu sangat diharapkan, sabar, tekun dan hadapi segala tantangan dan mungkin reward berupa jenjang karir sebagai peneliti yang diabdikan untuk memberikan kontribusi demi sesuatu yang lebih baik.

Isu-isu Pengembangan dalam Penelitian TEP: Kecenderungan Penelitian TEP

Agaknya, sangat mengejutkan apa yang dikemukakan oleh Clark (1983) bahwa

“most current summaries and meta-analyses of media comparison studies clearly suggest that media do not influence learning under any conditions”

Selanjutnya, ia menyatakan bahwa media hanyalah sebuah alat atau sarana untuk menyajikan pembelajaran tetapi tidak mempengaruhi prestasi belajar pebelajar sama sekali. Pernyataan ini sangat kontradiktif dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang mencoba mengkaitkan media dengan belajar. Media memang meningkatkan belajar, apakah segi minat subjek didik, motivasi, sikap, dan sebagainya tetapi tidak terkait dengan hasil belajar. Ini perlu pembuktian yang akurat.

Sebagaimana kita ketahui, cakupan atau kawasan penelitian TEP sesuai dengan paradigma 1994, meletakkan ke dalam lima domain: desain, pengembangan, implementasi, pengelolaan, dan evaluasi. Dalam definisi TEP 2004 yang menyatakan bahwa,

“Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.”

Dalam istilah kajian memuat pemahaman teoritik dan praktek tentang teknologi pendidikan, menuntut konstruksi dan penyempurnaan yang dilakukakan secara terus menerus melalui upaya penelitian dan praktik secara reflektif. Artinya kajian tersebut merujuk pada pengumpulan data atau informasi dan analisis yang tidak hanya melalui konsep penelitian tradisional. Artinya, penelitian tidak hanya melalui kuantitatif dan kualitatif saja tetapi juga melibatkan bentuk-bentuk analisis yang lain misalnya, analisis inkuiri seperti analisis teoritik dan filosofis, investigasi historis, proyek pengembangan, analisis kesalahan, analisis system, dan evaluasi.

Penelitian dapat dilakukan berdasarkan variasi konstruk metodologi maupun konstruk teori-teori lainnya. Penelitian dalam TEP, sebagaimana dikemukakan di depan, telah berkembang mulai dari upaya penelitian yang mencoba mencari pembuktian bahwa media dan teknologi adalah alah yang efektif bagi pembelajaran menuju kearah penelitian yang diformulasikan untuk mengkaji aplikasi proses dan teknologi yang memadai untuk meningkatkan belajar. Pentingnya arah penelitian baru dalam TEP adalah penggunaan lingkungan autentik dan pandangan-pandangan atau pengaruh praktisi dan pemakai serta peneliti itu sendiri. Penelitian itu sendiri adalah proses yang berulang-ulang. Penelitian berusaha mencari pemecahan masalah melalui pencarian pemecahan, dan pemecahan-pemecahan tersebut diarahkan untuk praktik baru dan juga permasalahan-permasalahan serta pertanyaan yang muncul. Kawasan permasalahan penelitian saat ini sering ditentukan oleh arus teknologi baru ke dalam praktek pendidikan. Sejarah bidang TEP telah mencatat berbagai program penelitian yang dimaksudkan untuk menjawab munculnya teknologi baru, yaitu melalui penyelidikan.

Isu – Isu Terkini Dalam Pengembangan Penelitian TEP” dipublikasikan pada 28 Mei 2013 di teknologipendidikan.org. Tersedia di: http://tep.ac.id/berita-isuisu-terkini-dalam-pengembangan-penelitian-tep-.html under CC BY-ND License